Jendela Seni kali ini akan berbagi mengenai Upacara adat yang ada di suku Toraja yaitu Upacara Rambu Tuka.Upacara
Rambu tuka’ adalah upacara adat yang berhubungan dengan acara syukuran
di dalam upacara ini tak ada kesedihan, yang ada hanya kegembiraan.
Misalnya acara pernikahan, syukuran panen dan peresmian rumah
adat/tongkonan yang baru, atau yang selesai direnovasi dan menghadirkan
semua rumpun keluarga, dari acara ini membuat ikatan kekeluargaan di
Tana Toraja sangat kuat semua Upacara tersebut dikenal dengan nama
Ma'Bua', Meroek, atau Mangrara Banua Sura'. Upacara ini menarik karena
berbagai atraksi tarian, dan nyanyian dari kebudayaan Toraja yang unik.
Upacara Rambu Tuka’ dilaksanakan sebelum tengah hari di sebelah timur
tongkonan. Ini berbeda dengan Rambu solo’ yang di gelar tengah atau
petang hari serta di adakan di sebelah barat tongkonan. Sebagai upacara
kegembiraan, Rambu Tuka’ digelar mengiringi meningginya matahari
Sedangkan Rambu Solo’ untuk mengiringi terbenamnya matahari
Untuk
upacara adat Rambu Tuka' diikuti oleh seni tari : Pa' Gellu, Pa'
Boneballa, Gellu Tungga', Ondo Samalele, Pa'Dao Bulan, Pa'Burake,
Memanna, Maluya, Pa'Tirra', Panimbong dan lain-lain. Untuk seni musik
yaitu Pa'pompang, pa'Barrung, Pa'pelle'. Musik dan seni tari yang
ditampilkan pada upacara Rambu Solo' tidak boleh (tabu) ditampilkan pada
upacara Rambu Tuka'.
Adapun tingkatan upacara Rambu Tuka' dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah sebagai berikut :
1.Kapuran Pangngan
yaitu suatu cara dengan hanya menyajikan Sirih Pinang sementara
menghajatkan sesuatu yang kelak akan dilaksanakan dengan kurban – kurban
persembahan.
2.Piong Sanglampa,
yaitu suatu cara dengan menyajikan satu batang lemang dalam bambu dan
disajikan di suatu tempat atau padang/pematang atau persimpangan jalan
yang maksudnya sebagai tanda bahwa dalam waktu yang dekat manusia akan
mengadakan kurban persembahan.
3.Ma’pallin atau Manglika’ Biang, yaitu
suatu cara dengan kurban persembahan satu ekor ayam yang maksudnya
mengakui semua kekurangan dan ketidaksempurnaan manusia yang akan
melakukan kurban persembahan selanjutnya.
4.Ma’tadoran atau Menammu,
yaitu suatu cara dengan mengadakan kurban persembahan satu ekor ayam
atau seekor babi yang ditujukan kepada pemujaan Deata – Deata terutama
bagi Deata yang menguasai daerah tempat mengadakan kurban persembahan
itu. Ma’tadoran juga dilakukan jika melaksanakan upacara Pengakuan Dosa
yang disebut Mangaku–aku.
5.Ma’pakande Deata do Banua
(mengadakan kurban persembahan di atas Tongkonan). Nama Upacara ini
berbeda di tiap daerah adat tetapi pada dasarnya memiliki tujuan yang
sama yaitu dengan kurban persembahan seekor babi atau lebih sesuai
dengan ketentuan dari masing-masing daerah adat. Uapcara ini
dilaksanakan di atas Tongkonan karena Tongkonan sebagai tempat hidup
manusia yang mengadakan kurban persembahan dan tujuannya memohon berkat
atau bersyukur atas kehidupan dari Sang Pemelihara atau Deata-Deata dan
juga sebagai tempat menghajatkan kurban persembahan. Ada daerah adat
yang menyebut upacara ini sebagai Ma’parekke Para.
6.Ma’pakande Deata diong padang
(mengadakan upacara di halaman Tongkonan), yaitu upacara kurban seekor
babi atau lebih yang dilaksanakan di halaman Tongkonan dari orang yang
mengadakan upacara. Tujuan upacara ini adalah memohon kepada Deata-Deata
supaya memberkati seluruh tempat atau Tongkonan tempat orang
merencanakan dan mengusahakan kurban persembahan seterusnya serta tempat
mendirikan Tongkonan. Ada daerah adat yang menamakannya sebagai Ma’tete Ao’.
7.Massura’ Tallang
adalah upacara yang dilaksanakan setelah selesai melaksanakan tingkatan
upacara yang lebih rendah seperti tersebut di atas. Upacara ini
dilaksanakan di depan Tongkonan agak sebelah timur. Upacara Massura’
Tallang merupakan upacara persembahan paling tinggi kepada Deata-Deata
sebagai Sang Pemelihara dengan kurban beberapa ekor babi, dimana
sebagian untuk persembahan dan sebagian lagi untuk dibagikan menurut
adat kepada masyarakat dan orang yang menghadiri upacara tersebut
utamanya kepada petugas adat dan agama Aluk Todolo. Upacara Massura’
Tallang ini dapat dilakukan oleh seluruh keluarga dari satu rumpun
keluarga atau boleh juga satu keluarga dalam mensyukuri kebahagiaan
keluarga itu, dimana dalam pembacaan Doa dan Mantra Sajian Kurban telah
diungkapkan pula keagungan dan kebesaran Puang Matua. Oleh karena itu,
upacara Massura’ Tallang berfungsi sebagai upacara pengucapan syukur
karena keberkatan dan upacara penahbisan atau pelantikan arwah leluhur
yang diupacarakan dengan upacara pemakaman Dibatang atau Didoya Tedong. Dengan selesainya upacara
ini, maka arwah dari leluhur secara resmi menjadi Setengah Deata yang
disebut Tomembali Puang (Sang Pengawas atau Pemberi Berkat manusia
turunannya). Upacara demikian disebut Manganta’ Pembalikan Tomate,
dan disebut demikian karena pada upacara ini diaturkan dekorasi hias
bermacam-macam pakaian dan perhiasan sebagai lambang dan perlengkapan
hidup dari sang leluhur di alam baka.
8.Merok, yaitu
upacara pemujaan kepada Puang Matua sebagai upacara pemujaan yang
tinggi dengan kurban Kerbau, Babi dan ayam. Pada upacara ini nama Puang
Matua yang selalu jadi pokok ungkapan dalam pembacaan mantra dan doa.
Kerbau yang dikurbankan pada upacara Merok ini adalah kerbau hitam
(Tedong Pudu’), karena tidak boleh menyajikan kurban kerbau yang
memiliki bintik putih yang dianggap sebagai kerbau yang cacat. Sebelum
kerbau ini dikurbankan dengan menggunakan Tombak (Dirok), terlebih dulu
kerbau ini Disurak (didoakan dalam suatu ungkapan hymne yang isinya
menceritakan kemuliaan Puang Matua dan segala ciptaannya serta kehidupan
manusia dan mengutuk pula perbuatan yang tidak baik dari manusia yang
disyaratkan dengan pernyataan melalui kurban kerbau tersebut). Dan
pelaksanaan pembacaan hymne semalam suntuk oleh Tominaa disebut Massurak Tedong atau Massomba Tedong, yang mana dalam Massomba Tedong ini diungkapkan tujuan dari keluarga mengadakan upacara Merok.
Adapun maksud dari upacara Merok ini adalah :
- Merok karena keberkatan
-
Merok untuk pelantikan atau peresmian arwah seorang leluhur menjadi
Tomembali Puang yang upacara pemakamannya dilakukan dengan upacara
Rapasan oleh Kasta Tana’ Bulaan. Upacara ini disebut Merok Pembalikan Tomate.
-
Merok dalam hubungan dengan selesainya pembangunan Tongkonan yang
disebut Merok Mangrara Banua, dan upacara ini hanya bagi Tongkonan yang
berkuasa seperti Tongkonan Layuk atau Tongkonan Pesio’ Aluk. Pada
upacara ini banyak babi yang dikurbankan yang sebagian dibagikan secara
adat. Ada beberapa daerah adat yang menyebut upacara ini dengan Ma’bate.
9.Ma’bua’ atau La’pa,
yaitu suatu tingkatan upacara Rambu Tuka' yang paling tinggi dalam Aluk
Todolo. Upacara ini dilaksanakan setelah menyelesaikan semua
upacara-upacara yang terbengkalai oleh keluarga atau daerah yang
mengadakan upacara Ma’bua’ tersebut. Hal ini karena upacara Ma’bua’
adalah upacara untuk mengakhiri seluruh upacara apapun dalam mensyukuri
seluruh kehidupan dan mengharapkan berkat serta perlindungan dari Puang
Matua, Deata-deata, dan Tomembali Puang.
Upacara
Ma’bua’ juga sebagai ungkapan syukur atas hewan ternak, tanaman dan
kehidupan manusia. Pada upacara Ma’bua’ atau La’pa, Puang Matua dipuja
dan dieluk-elukkan dengan beragam lagu dan tari yang memang khusus
diadakan untuk upacara Ma’bua’ tersebut.
Pada upacara Ma’bua’
diadakan kurban persembahan kerbau sebagai kurban persembahan utama
yang jumlahnya bermacam-macam menurut ketentuan Lesoan Aluk Tananan Bua’
tergantung pada masing-masing daerah adat atau tergantung pada
kemampuan keluarga. Ada kalanya Ma’bua’ ini diikuti oleh satu daerah
adat atau kelompok adat jika upacara ini menyangkut seluruh masyarakat
satu daerah serta keselamatan seluruh kehidupan dan disebut sebagai Bua’
kasalle atau La’pa Kasalle (Bua’=perbuatan, la’pa=kelepasan,
kasalle=besar).
Upacara Ma’bua’
ini adalah pusat dari semua upacara serta puncak dari semua upacara
dalam Aluk Todolo yang juga merupakan dasar pembagian daerah adat Tondok
Lepongan Bulan menjadi 3 daerah adat besar berdasarkan Lesoan aluk
tananan Bua’.
10.MANGRARA BANUA ”Mangarara
Banua” adalah ritual terpenting, karena tongkonan menjadi pusat
kehidupan orang Toraja. Mulai dari urusan pemerintahan adat,
perekonomian, hingga urusan memelihara silaturahim kekerabatan
dilaksanakan di tongkonan. Kekerabatan, lebih-lebih status sosial
seseorang, tidak hanya ditelusuri dari nama marga, tetapi juga dari
tongkonan mana ia berasal. ”Mangarara Banua” termasuk prosesi
”Rambu Tuka’” yang langka karena hanya dilakukan untuk selamatan
tongkonan yang baru diganti atap bambu atau dindingnya. ”Penggantian
atap sebuah tongkonan biasanya dilakukan 40 tahun sekali, sesuai umur
bambu yang disusun sebagai atap tongkonan yang bersangkutan, sedangkan
penggantian dinding tongkonan biasanya dilakukan 100 tahun sekali.
Proses penggantian itu berlangsung enam bulan. Dinding berukir dipesan
dari Randan Batu di wilayah Kesu, Tana Toraja,adapun Contoh ukiran toraja Pada Tonkonan yaitu:
Daun Paria, Pa’kapu’ baka’, Buah Tina, Bungkang Tasik,Sekong, Toronkong, Sekong anak,Sissik Bale, Pa’takku’ Pare Demikianlah artikel kali ini yang sempat Jendela Seni bagikan,semoga dapat bermanfaat,dan menambah wawasan keilmuan khususnya mengenai salah satu adat suku toraja yaitu Upacara Rambu Tuka,serta dapat menginspirasi para pembaca sekalian untuk bersama menjaga kebudayaan yang masih ada.Dan jangan lupa di share!
No comments:
Post a Comment