Lipa Saqbe Mandar (Sarung Sutra Mandar) sepintas memiliki persamaan dengan kain sutra daerah lain, tapi di setiap jenis dan nama Lipa Saqbe Mandar memiliki ciri khas khusus yakni dari segi corak (sure' ataupun bunga) dan cara pembuatannya, yang membuatnya terkenal ke daerah sekitarnya (bugis dan makassar).
Posisi coraknya itu tidak sembarangan, karena penciptaan motif (sure' ataupun bunga) punya peruntukan masing-masing berdasarkan standar ekonomi, sosial budaya, agama, dan juga strata sosial seseorang.
Saat ini terdapat 2 jenis Lipa Sa'be bila ditinjau dari motifnya yaitu Sure dan Bunga. Perbedaannya, Sure' yaitu lipa sa'be yang merupakan motif asli dari sarung sutra mandar, ciri-cirinya tidak memiliki hiasan/bunga yang membuatnya mencolok. Sedangkan Bunga yaitu lipa sa'be yang memiliki motif dan hiasan berupa bunga ataupun lainnya, yang merupakan turunan dari sure agar lipa sa'be tampak lebih cantik.
Lipa Sa'be bermotif Sure' :
Lipa Sa'be bermotif Bunga ;
Contoh-contoh Lipa Sa'be Mandar :
Berikut akan dibahas tentang cara pembuatan Lipaq Saqbe Mandar, mulai dari pemilihan benang, bahan dasar pewarnaan (tradisional dan kimiawi), proses mewarnai (maccingga), manggalenrong, mappamaling, sumau', mappatama, dan manette.
1. Pemilihan Benang
Benang (bannang) sutra merupakan bahan dasar yang dipakai. Sutra memiliki kilau yang tak tertandingi oleh serat alam lainnya, serat ini berasal dari air liur ulat sutera. Ulat sutera ini akan berubah bentuk menjadi kepompong, dimana kepompong ulat sutera inilah yang merupakan lilitan air liur akan mengeras dan bila diurai akan menjadi serat panjang yang halus, di Mandar dahulu dikenal maqunnus dan mattiqor.
Ma'unnus adalah penarikan benang dari kepompong dengan cara sangat manual. Dari sekian benang yang ditarik lalu dihaluskan dan digulung dalam bentuk pintalan-pintalan benang, proses ini dinamakan Matti'or yaitu proses pemintalan agar siap digunakan/ditenun.
Ma'unnus dan matti'or di Mandar sudah tidak ditemukan lagi. Hal ini disebabkan, selain karena jarang ditemukan kepompong ulat sutra, juga karena para penenung langsung membeli benang sutra yang dijual di pasaran.
Benang sutra memiliki warna dasar putih, jadi untuk menghasilkan kain sutra yang bercorak diperlukan proses pewarnaan sesuai corak yang akan dibuat.
2. Proses Pewarnaan (Maccingga)
Proses pewarnaan ini ada dua cara, yaitu dengan cara tradisonal (memakai pewarna alam), dan dengan cara pewarna kimia.
- Cara Tradisional
Yaitu pewarnaan yang menggunakan bahan-bahan yang ada disekitar. Pewarnaan dengan cara tradisional ini sudah jarang dijumpai di Mandar, karena prosesnya juga agak ribet dan mengulur waktu.
Berikut ada 4 contoh pewarna dengan bahan dasar dari alam sekitar :
Daun Nila, akan menghasilkan warna biru dan hitam. Adapun proses pembuatannya, yaitu daun nila yang sudah dikumpulkan dijemur sampai layu, kemudian dimasukkan ke dalam tempayang berisi air dan diendapkan selama 2 hari. Selanjutnya, daun nila dicampur dengan kapur dan dimasak, setelah mengeluarkan busa air dari daun nila disaring dan didinginkan. Air yang sudah disaring siapkan digunakan sebagai pewarna benang.
Ka'lanjo (bakal kelapa yang besarnya sama dengan kepalan tangan anak-anak). Ka'lanjo ini akan menghasilkan warna coklat muda. Proses pembuatannya, setelah kalanjo dikumpul sekitar 15 biji, ka'lanjo tersebut dipotong-potong lalu ditumbuk sampai agak halus, kemudian direndam dengan air sekitar 5 liter dan didiamkan selama 1 hari 1 malam. Setelah itu, air yang sudah disaring dari rendaman ka'lanjo ini siapkan digunakan sebagai pewarna benang.
Bakko (Kulit bakau), akan menghasilkan warna merah muda, dan untuk merah tua sampai coklat, bakko direndam atau dimasak lebih lama. Cara menyiapkannya yaitu terlebih dahulu mengupas kulit bakau dari pohonnya sampai sesuai kebutuhan kemudian dimasak dalam panci, setelah menghasilkan warna sesuai dengan keinginan, panci diangkat dan didinginkan agar mudah disaring dan diambil airnya untuk digunakan sebagai pewarna benang.
Gamalo, adalah sejenis pohon kayu, dimana cara proses persiapannya sama dengan bakko. Warna yang dihasilkan adalah coklat tua.
- Cara Pewarnaan dengan bahan kimia
Cara ini paling banyak dan umum dilakukan oleh penenun Mandar saat ini, cingga (pewarna) dari bahan kimiapun banyak dijumpai di pasaran.
PROSES MACCINGGA
- benang sutra di masak menggunakan air pewarna yang akan dipakai dalam keadaan mendidih.
- aduk sampai benang bersatu dengan warna.
- setelah itu biarkan benang sutra dan air pewarna mendingin.
- setelah dingin, benang sutra diperah dan dibilas kemudian dijemur sampai kering, yang perlu diperhatikan pada saat menjemur adalah benang selalu ditarik-tarik atau disiangi agar benang dalam keadaan kembur atau terpisah-pisah antara lembaran yang satu dengan lainnya.
Selain cingga yang sudah banyak dijumpai dipasaran saat ini, juga sudah ada benang sutra yang telah berwarna saat dibeli, ini sangat membantu pekerjaan penenun sutra.
3. Manggalenrong
Proses selanjutnya, adalah manggalenrong yaitu benang yang sudah diwarnai (dicingga') dililitkan pada sebuah potongan bambu atau sebuah kaleng yang disebut galenrong, dengan menggunakan alat bernama roeng dan panggalenrongan.
Benang yang digalenrong tersebut untuk persiapan proses selanjutnya yaitu proses pembuatan benang lungsi. Satu galenrong untuk satu warna benang, jadi banyaknya benang yang digalenrong sesuai dengan kebutuhan untuk benang lungsi.
4. Mappamaling
Selain manggalenrong, seorang penenun juga mempersiapkan benang yang dipakai untuk benang pakan.
Proses ini dinamakan mappamaling yang berarti memindahkan. Benang untuk pakan ini dililitkan di ujung pamalingan, yang terbuat dari bambu sebesar lidi.
Proses ini menggunakan alat yang bernama roeng dan unusan.
5. Sumau'
Proses sumau bertujuan untuk mengatur benang lungsi, dimana membutukan tempat yang agak luas (panjang sekitar 6 meter) untuk membuat sautan.
Sautan biasanya dibuat di kolom rumah, yang sangat memungkinkan karena rumah Mandar adalah rumah panggung. Panggung sautan dibuat di antara tiang-tiang kolom rumah yang terbuat dari gamo (pelepah daun rumbia).
Alat-alat yang digunakan pada proses ini, yaitu suru', aweran, ale', susu'ale, pallumu-lumu, pattanra', galenrong.
Lebar lungsi yang dibuat biasanya 50 cm, 60 cm atau 75 cm tergantung penenun ukuran mana yang akan dibuat, jadi ukuran tinggi sarung mandar yang sudah selesai setelah disambung menjadi 100 cm, 120 cm atau 150 cm.
Pada waktu menyusun benang lungsi ini ke dalam sautan, terlebih dahulu perlu diketahui susunan pengaturan benang, sebab dalam menyusun benang lungsi ini punya cara khusus. Pelaksanaan sumau kira-kira seperti berikut :
- mempersiapkan galenrong yang akan dipakai (satu galenrong untuk satu warna benang).
- mengambil ujung benang dari galenrong ditarik ke atas sautan masuk ke lubang suru', kemudian ke lubang ale' kemudian ke lubang suru' lagi, kemudian diantar ke ujung sautan diputar satu kali, kemudian di bawah lagi satu kali.
- dari ujung benang selalu diantar secara bolak-balik terus menerus sampai tersusun kombinasi warna-warna yang diinginkan.
6. Mappatama
Mappatama, dalam bahasa Mandar berarti memasukkan, dalam hal ini adalah benang lungsi yang sudah dilepas dari sautan dimasukkan ke tandayang untuk ditenung.
Prosesnya yaitu setelah dilepas dari sautan terlebih dahulu benang lungsi dirapikan, diperiksa dan diteliti bila ada yang putus segera disambung, kemudian dipasangi patakko.
Patakko tersebut dipasang papan pamalu' yang mana pada pamalu' tersebut terdapat baut penahan patakko. Selanjutnya benang lungsi dililitkan/digulungkan pada papan (pamalu'). Papan pamalu' tersebutlah yang dimasukkan ke pattandayangan. Langkah terakhir adalah memasukkan ujung pakan yang lain patakko yang akan dimasukkan ke dalam passa dengan ketentuan biring keccu (pinggir kecil benang lungsi) sebelah kanan dan pandapuan sebelah kiri.
7. Manette
Manette berarti menenun. Proses menenun kain khas tradisional Mandar ini memakai beberapa peralatan yang disebut parewa tandayang (peralatan tenun). Parewa tandayang merupakan warisan leluhur masyarakat mandar, sehingga diakui bahwa merupakan hasil kreasi nenek moyang masyarakat mandar yang diwariskan secara turun temurun. Kemampuan menciptakan parewa tandayang juga dilakukan secara turun temurun tanpa ditransfer secara formal oleh pendahulunya.
Adapun peralatan yang dimaksud dalam parewa tandayang adalah :
a. patakko
b. palapa pattali-tali
c. pamalu'
d. petandayangan
e. palapa
f. pallumu-lumu
g. susu' ale'
h. ale'
i. pambitting ale'
j. aweran
k. passamba'
l. panette' (balida)
m. suru'
n. sa'ar
o. passa
p. palapa pappamase'
q. lobang tempat mengaitkan pappamase'
r. tautan
s. gulang pondo'
t. passollorang
u. pappamalingan
v. pa'ang
w. tora'
x. panne
y. sissir
z. passue'
Demikianlah artikel kali ini yang sempat admin bagi mengenai lipa sa'be sebagai pelengkap pakaian adat suku mandar,semoga dapat bermanfaat dan menginspirasi para pembaca sekalian.
No comments:
Post a Comment