Jendela Seni kali ini akan berbagi mengenai sejarah Kecamatan Bungoro,Bungoro sendiri adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kepulauan Pangkajene, Sulawesi Selatan, Indonesia.
Luasnya mencapai 90,12 km2 atau 8,10 % dari luas wilayah Kabupaten
Pangkep secara keseluruhan. Untuk mencapai kecamatan ini dapat ditempuh 2
km dari ibukota kabupaten, Pangkajene.
1.Sejarah awal
Pada masa pemerintahan kekaraengan, Bungoro merupakan salah satu wilayah adatgemeenschap di Pangkep, selain Pangkajene, Balocci, Labakkang, Ma’rang, Segeri dan Mandalle.
Pada mulanya Bungoro dinamai Kalumpang, yang didirikan oleh seorang
anak tunggal dari Karaeng Barasa (Pangkajene) di Kalumpang. Menurut A.
Baso Tantu, Kalumpang adalah nama pohon / tanaman keras yang dijadikan
nama untuk daerah Bungoro sekarang, yang tidak disetujui oleh bate anak Karaeng Gowa
yang diutus oleh Gowa untuk memerintah di daerah ini. Karena itu,
Kalumpang diganti namanya menjadi Bungoro, yang juga nama lain dari
pohon tersebut. (Makkulau, 2008).
Versi
lain dari Asal Muasal nama ”Bungoro” yang penulis dapatkan adalah
cerita tentang kedatangan Belanda untuk pertama kali di daerah Bungoro
sekarang, kemudian sambil menunjuk ke bawah menanyakan nama daerah baru
yang didatanginya tersebut. Penduduk yang berpenutur Bahasa Bugis
malahan menganggap bahwa yang ditanyakan itu adalah sebuah sumur yang
berada tidak jauh dari tempat berdiri dan menunjuk sang Belanda itu.
Jadi penduduk itu menjawabnya, “Bungung ro” (Bugis : sumur itu). Oleh
Belanda, dianggaplah nama daerah itu ”Bungonro”, yang kemudian
mendapatkan penyempurnaan pengucapan menjadi “Bungoro”.
2.Sejarah Bungoro
-Sejarah Kekaraengan Bungoro
Pada masa pemerintahan kekaraengan, Distrik Bungoro dikepalai oleh seorang Karaeng dan didampingi oleh 18 kepala kampung, seorang diantaranya bergelar Loho, seorang bergelar Jennang, tujuh orang bergelar Lo’mo dan delapan orang yang bergelar Matowa . Ornamentnya (arajangnya) terdiri dari selembar bendera yang dinamai Cinde,
yang kemunculannya dianggap dari langit lalu turun ke sebuah bukit yang
bernama Cinde. Pusaka kekaraengan Bungoro lainnya adalah sebilah sonri
(kelewang) dan tombak yang dinamai Masolo.(Makkulau, 2008).
Sebagaimana halnya dengan Barasa (Pangkajene) dalam permulaan Abad XVII, Bungoro jatuh ke dalam kekuasaan Kerajaan Gowa.
Dalam tahun 1667, Bungoro bebas dari kekuasaan Gowa dan dimasukkan oleh
Belanda ke dalam apa yang dikatakan Noorderprovincien. Dalam tahun 1824
semasa pemerintahan La Palowong Daeng Pasampo di Bungoro, sebahagian
dari kekaraengan ini ditempatkan dibawah pemerintahan Daeng Sidjalling,
saudara dari La Palowong Daeng
Pasampo. Bahagian yang dikuasai dan diperintah oleh Daeng Sidjalling
itu dinamai “Tala’ju” atau “Bungoro Riwawo”, yang terdiri dari Kampung
Salebbo (tempat kedudukan dari Karaeng), Barue’, Lampangang, Campagayya
dan Landea. (Makkulau, 2008).
Sewaktu
regent (Karaeng) Bungoro yang bernama La Mallantingang Daeng Pabeta
dalam tahun 1668 berhenti dari jabatannya, anaknya yang bernama La
Pabbicara Daeng Manimbangi masih kecil. Oleh karenanya, Kepala Regent
Labakkang yang bernama La Mannaggongang Daeng Pasawi ditunjuk oleh
Pemerintah Hindia Belanda selaku pejabat regent Bungoro untuk sementara
waktu. (Makkulau, 2008). Dalam Tahun 1893, La Pabbicara Daeng Manimbangi
tersebut diangkat menjadi Kepala Regent Bungoro. Dalam tahun 1906
kepala regent ini diasingkan ke Padang (Sumatera Barat) oleh Belanda
karena dianggap berbahaya bagi keamanan dan ketenteraman di Sulawesi Selatan berdasarkan Surat Penetapan Pemerintah Hindia Belanda
tanggal 16 Februari 1906 No. 26. Olehnya itu menurut Surat Penetapan
Pemerintah Hindia Belanda tertanggal 30 Juni 1906 No. 34 (Stbl No. 309),
Keregent-nan Bungoro dihapuskan dan digabungkan pada Keregentnan
Pangkajene. (Makkulau, 2008).
Dalam
Tahun 1918 Bungoro dikembalikan menjadi Kekaraengan tersendiri menurut
Surat Penetapan Gubernur Celebes dan daerah – daerah takluknya
tertanggal 1 Mei 1918 No. 86 / XIX sambil menunggu pengesahan dari
Pemerintah Pusat Hindia Belanda. Pada masa itu yang menjadi Karaeng
Bungoro adalah La Tambi, kemudian beliau digantikan oleh La DolohaE
Daeng Palallo. Selanjutnya La Dolohae Dg Palallo digantikan oleh Andi
Mustari yang juga merupakan Camat pertama di Bungoro. (Makkulau, 2008).
Demikian artikel kali ini yang membahas mengenai Sejarah Kekaraengan Bungoro,semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan keilmuan teman-teman mengenai sejarah daerah.
Demikian artikel kali ini yang membahas mengenai Sejarah Kekaraengan Bungoro,semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan keilmuan teman-teman mengenai sejarah daerah.
No comments:
Post a Comment