Jendela Seni kali ini akan berbagi mengenai salah satu upacara adat yang ada di suku mandar,yaitu Upacara adat Cakkuriri,kali ini kita akan mengulas mengenai sejarah atau awal mula upacara adat ini dilaksanakan. Di desa Puttada, kecamatan Sendana, kabupaten Majene,disinilah upacara adat ini akan digelar oleh pihak lembaga adat/pappuangang yang akan memperlihatkan Cakkuriri (bendera
pusaka kerajaan Sendana) dan beberapa pusaka kerajaan lainnya seperti
Ipoqga (pedang pusaka kerajaan Sendana) ke khalayak umum.
Apa yang menarik dari kegiatan budaya di
kecamatan Sendana ini adalah upacara tradisi sangat jarang dilakukan,
hanya berlangsung sekali dalam empat tahun atau lima tahun. Pusaka
klasik ini disimpan oleh pihak Pappuangang Puttada yang menjadi cikal
bakal lahirnya para raja (maraqdia) di kerajaan Sendana.
Pusaka bendera dan pedang kerajaan yang
ditunjukkan adalah pusaka Sendana yang diyakini masih asli dan berasal
dari keturunan Tomakaka sebelum masa raja (maraqdia). Mereka berasal
dari daerah Ulu Salu dan mengembara hingga sampai ke daerah Sendana
(Puttadda).
Cakkuriri pada masa kerajaan Sendana
dijadikan sebagai bendera kerajaan sementara Ipoqga dijadikan senjata
kerajaan. Cakkuriri menurut pihak Pappuangang Sendana dikibarkan pada
momen-momen tertentu, misalnya saat pelantikan raja (maraqdia) dan
pelantikan perangkat adat (pappuangang).
Cakkuriri konon ditemukan dalam lilitan
ular oleh salah satu dari tiga bersaudara yang berasal dari
Rantebulahang, saudara satunya yang lain menemukan I Poqga, sementara
yang terakhir menemukan tangkai pohon Cendana yang ditancapkan hingga
kemudian menjadi asal mula penyebutan wilayah Sendana.
Mengenai asal mula orang-orang yang
bermukim di Sendana mungkin terdapat beberapa versi yang berbeda namun
terdapat beberapa kesamaan diantaranya yaitu orang yang pertama adalah
berasal dari daerah Ulu Salu.
Cakkuriri dalam sumber lainnya
dijelaskan merupakan bendera bergambar seekor kalajengking, dengan dua
bilah pedang berbentuk silang bertuliskan “Lailaha Ilalllah
Muhammaddarrasulullah”.
Upacara adat Cakkuriri memiliki nilai
filosofi budaya yang tinggi dan merupakan penghargaan dan penghormatan
yang masih diberikan kepada leluhur orang-orang Sendana.
Jika ingin melihat replika desain
bendera cakkuriri maka museum Mandar Majene adalah tempat yang paling
tepat. Museum ini menyediakan replika /tiruan bendera kerajaan Sendana
yang disimpan dengan rapi dalam lemari kaca. Replika bendera ini
terletak di sisi kanan pintu utama museum Mandar.
Sekitar 300 tahun Sebelum terbentuknya kerajaan Bocco Tallu, Terdapat 3 Orang bersaudara pergi mengembara dari Daerah Rante Bulahan, masing masing dari ketiga bersaudara ini menyisir daerah yang berbeda, Satu diantaranya Menyisir Sampai ke Baras (Wilayah Kabupaten Mamuju Utara) dalam perjalanannya inilah menemukan Bendera Pusaka Cakkuriri yang ditemukan dalam lilitan Ular, kemudian Saudara yang lain menemukan Ipo’ga dan Saudara yang satunya lagi membawa Tangkai Pohon Sendana yang di jadikan sebagai tongkat.
Secara kebetulan dalam perantauan 2 diantara saudara ini bertemu di sebuah Gunung yang masing-masing membawa Ipo,ga dan setangkai pohon Sendana yang awalnya dijadikan tongkat. Setibanya di gunung ditancapkanlah tongkat pohon Sendana tersebut yang akhirnya Tumbuh besar dan rindang sehingga tempat tumbuhnya tangkai pohon Sendana tersebut dinamakan Sendana. Tak lama bertemunya kedua saudara tersebut secara kebetulan juga saudara yang melakukan perjalanan dari Baras menyisir melalui pantai menuju ke Daerah Selatan, tiba juga di tempat yang tak jauh dari tertancapnya pohon Sendana tadi, Tempat itu sampai sekarang disebut Puttada diambil dari istilah Tada’ yang artinya tiba karena tibanya saudara yang dari Baras.
Setelah ketiga saudara ini bertemu, mereka sepakat bahwa orang dari Baras tadi disebut ToDziBonde karena beliau melakukan perjalanan melewati pantai yang disebut dengan Bonde’ kemudian 2 saudara lainnya disebut Tomatua (karene beliau anak pertama dan sudah tua) dan Topapo karena giginya sudah ompong (papo)
Sebelum terbentuk kerajaan Bocco Tallu (Sendana Allu dan Taramanu) di kawasan Mandar, tepatnya di Sendana didiami oleh tiga bersudara yakni Tomatua, Topapo dan To dzi bonde’ ketiga bersaudara inilah yang kemudian berkembang menjadi sekelompok manusia yang dipimpin salah sorang dari mereka yang bergelar Tomatua dengan didampingi sodaranya yang bergelar Topapo dan To dzi Bonde, seiring dengan berkembengnya satu kelompok masyarakat tersebut ketiga tokoh ini (Tomatua, Topapo dan To dzi bonde’) melakukan kesepakatan untuk mengangkat pemimpin tertinggi yang disebut Pappuangan. Yang merupakan keturunan dari mereka juga. Oleh karena pemimpin tertinggi bertempat tinggal di gunung Sendana yang merupakan wilayah dari Puttada, maka pemimpin tertinggi disebut Pappuangan Puttada.
Seiring dengan perkembangan anggota kelompok masyarakat dan semakin meluasnya wilayah pemukiman dibentuklah suatu kerajaan di Sendana, maka lembaga adat Pappuangan mengangkat dan melantik seorang sebagai pemimpin kerajaan yang disebut Mara’dia
Dizaman pemerintahan mara’dia Bendera Pusaka Cakkuriri dijadikan sebagai Bendera kerajaan dan Ipo’ga sebagai senjata Kerajaan. Pengibaran bendera Cakkuriri juga dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti pada pelantikan Pappuangan atau Mara’dia
Berawal dari 3 tokoh tadi yakni (Tomatua, Topapo, Todzibonde) maka bendera Pusaka Cakkuriri serta Ipo’ga sampai sekarang masih disimpan Oleh Keturunan Pappuangan Puttada dengan perangkatnya yang berada di Puttada Sendana, Desa Puttada Kecamatan Sendana. Dan sampai saat ini masih menjadi sauatu tradisi bagi masyarakat Puttada untuk melakukan suatu Prosesi Upacara adat setiap 4 atau 5 tahun sekali sebagai suatu wujud penghargaan dan penghormatan terhadap leluhur serta peninggalan Benda Pusaka Cakkuriri dan Ipo’ga.
Demikianlah artikel kali ini semoga dapat bermanfaat,karena dengan penghargaan dan penghormatan terhadap leluhur serta peninggalan Benda Pusakanya pada suatu daerah/suku dapat menjadi suatu wilayah yang memiliki nilai Kebudayaan yang sangat tinggi,dan semoga dapat menambah wawasan keilmuan teman-teman terkhusus pada pembahasan diatas.
No comments:
Post a Comment