Pajoge Angkong mulanya di pertunjukkan dari kampung ke kampung, dan
mendapatkan dukungan penuh oleh Petta Lantara sebagai Kepala TKR
(Tentara Keamanan Rakyat) di Kabupaten Bone kala itu, sehingga para
pelaku Pajoge Angkong dijaga ketat oleh TKR (Tentara Keamanan Rakyat)
setiap mengadakan pertunjukan pada zaman perang gerilia. (wawancara Dg.
Macora, Tanggal 25 Januari 2013).
Pajoge Angkong mengalami puncak kejayaan pada pertengahan abad
ke-19, kala itu Raja Bone ke-32 Andi Mappanyukki mengundang dan meminta
Pajoge Angkong untuk mengadakan pertunjukan pada acara Akikah putranya.
Alasan raja memilih Pajoge Angkong karena hampir setiap malam beliau
bermimpi melihat Pajoge Angkong, pada pertunjukan Pajoge Angkong yang
pertama di Kota Watampone, kala itu seorang penari memakai memakai tujuh
lapis Baju Bodo, angka tujuh yang dimaksudkan bermakna Pitu Walli
(tujuh wali), Pitu Llapi Langi (tujuh lapis langit), Pitu Lapi Tana
(tujuh lapis tanah). Mulai saat itu Pajoge Angkong lebih dikenal dan
mereka sudah bisa melakukan pertunjukan di Kota, Emma’ gendrang (pemusik
sekaligus pemimpin kelompok Pajoge Angkong) serta para penari yang
terkenal pada saat itu memakai nama daerah mereka masing-masing di
belakang nama Calabai (Waria) mereka, diantaranya:
Emma’ gendrang (Pemain gendang sekaligus pemimpin rombongan)
1. Emma’ Paeru (pemain gendang atau Emma’ Gendrang Pertama di Pajoge’ Angkong)
2. Junnu’ Bolong
Penari
1. Bulan Barebbo
2. Cora Bone
3. Bintang Bone
4. Cinta Watu
5. Lummu’ Watu
6. Cahaya Wedda
7. Bintang Labembe
8. Menni’ Welado
9. Cahaya Welado
10. Asia Welado
11. Janna Solo’
12. Gatta Solo’
13. Sumiati Solo’
Pajoge Angkong terdiri dari dua kata, yaitu Pajoge dan Angkong. Pajoge
berarti orang yang melakukan gerak atau penari sedangkan Angkong berarti
Calabai atau Waria. Pemimpin rombongan Pajoge Angkong adalah Emma’
Gendrang dan Indo’ Gendrang, adapun perbedaan Emma’ Gendrang dan Indo’
Gendrang yaitu, Emma’ Gendrang adalah Pemimpin yang juga berfungsi
sebagai pemain musik yang memang mengkoordinir semua penari-penari yang
dibawanya dan memiliki rombongan atau anggota, sedangkan Indo’ Gendrang
hanyalah pemain musik yang jalan sendiri, ketika seorang Indo’ Gendrang
bertemu dengan beberapa penari maka disitulah dia
menabuh gendangnya, jadi pada dasarnya Indo’ Gendrang tidak memiliki
anggota tetap, Emma’ Gendrang dan Indo’ Gendrang dahulu adalah seorang
penari juga dan berasal dari kaum Calabai (Waria), kesenian Pajoge
Angkong dahulu merupakan pertunjukan tari yang tak jauh beda dengan tari
pergaulan, seperti tari Ronggeng dan tari Jaipong yang ada di Pulau
Jawa, penari Pajoge Angkong sebenarnya menari untuk merayu hati
laki-laki (penonton) yang datang, jumlah penari juga tidak menentu akan
tetapi biasa mencapai 40 orang, dan pertunjukan Pajoge Angkong ini
disajikan semalam suntuk, saat seorang penari dipanggil oleh laki-laki
(penonton) maka dialah yang mendapat saweran, dan bukan cuma mendapat
saweran, setelah itu lelaki (penonton) yang memberi saweran berhak untuk
membawa penari untuk pulang kerumahnya bahkan sampai bercinta dengan
penari, tidak peduli kalau lelaki yang membawa penari ini sudah
mempunyai anak dan istri, bahkan tidak sedikit pasangan suami istri yang
bercerai karena tidak tahan melihat suami mereka bercinta dengan penari
Pajoge Angkong. Akan tetapi, tidak sedikit juga istri yang bisa
menerima perlakuan suaminya yang bercinta dengan penari (Wawancara Dg.
Macora, 25 Januari 2013).
Pada zaman perang gerilia, Pajoge Angkong digunakan oleh TKR (Tentara
Keamanan Rakyat) sebagai umpan bagi geriliawan pada saat itu, ketika
semua warga sudah berbondong-bondong kepertunjukan Pajoge Angkong
suasana menjadi sangat ramai, dan tidak sedikit dari para geriliawan
yang ikut menonton, ketika para geriliawan berkumpul ditempat
pertunjukan maka saat itulah Emma’ Gendrang sebagai pemimpin rombongan
di beri kode oleh para Tentara untuk menghentikan permainan musiknya,
setelah itu Tentara menyerang para geriliawan dengan tembakan, dan saat
perang terjadi, para rombongan Pajoge Angkong langsung dibawa ketempat
aman yang telah disediakan oleh para Tentara.
Setiap kelompok atau rombongan Pajoge Angkong terbagi atas empat, masing-masing dari mereka ada yang bertugas sebagai:
a. Emma’ Gendrang dan Indo’ Gendrang (pemain musik)
b. Pajoge (Penari)
c. Pappocci’ (calon penari muda yang hanya berperan diawal pertunjukan
tapi belum diperbolehkan menari karena Pappocci’ adalah penari
pemula atau baru belajar, hanya sebagai perkenalan bagi para penonton)
d. Pa Lampu Strongkeng (orang yang mempunyai lampu atau penerang saat itu, karena aliran listrik kala itu belum ada)
Pembagian upah atau gaji diantara keempat bagian tersebut 100% berasal
dari saweran penari, pembagian upah atau gaji mereka, adalah sebagai
berikut:
- Emma’ Gendrang dan Indo’ Gendrang sebanyak 50 %
- Pajoge’ sebanyak 25%
- Pappocci’ belum mendapat upah karena saat itu Pappocci’ belum dapat menari
- Pa Lampu Strongkeng sebanyak 25%
Diantara keempat pembagian upah atau gaji dari masing-masing peranan
mereka, upah atau gaji yang paling tinggi adalah upah Emma’ Gendrang
atau Indo’ Gendrang karena Emma’ gendrang atau Indo’ Gendrang selain
merupakan pimpinan atau ketua rombongan yang berperan penting dalam
pertunjukan, Emma’ Gendrang atau Indo’ Gendrang juga dikenal oleh para
penari sebagai orang yang memiliki ilmu gaib, mereka menyebutnya dengan
istilah “eru-eru” ialah semacam ilmu gaib yang dipercaya bisa
mengumpulkan atau menghipnotis penonton untuk berbondong-bondong menuju
tempat pertunjukan dan kemudian menonton pertunjukan tersebut semalam
suntuk, sebelum penari berada di tempat pertunjukan Emma’ Gendrang atau
Indo’ Gendrang sudah lebih dulu ditempat pertunjukan dan menabuh
gendangnya, saat itulah masyarakat setempat langsung datang ketempat
tersebut, maka sebelum penari berada ditempat pertunjukan, tempat
pertunjukan tersebut sudah dipenuhi oleh penonton, atas dasar itulah
penari percaya bahwa Emma’ Gendrang atau Indo’ Gendranglah yang membuat
para penonton terhipnotis (Wawancara Bulan, 25 Januari 2013).
Ada beberapa versi mengatakan bahwa kesenian Pajoge Makkunrai (Tarian
Pajoge yang penarinya adalah perempuan) lebih dulu lahir sebelum Pajoge
Angkong, akan tetapi dua orang pelaku kesenian Pajoge Angkong pada masa
itu yaitu Dg. Macora dan Dg. Bulan membantah dan menegaskan bahwa
Pajoge Angkong lebih dulu ada sebelum Pajoge Makkunrai, mereka
mengatakan bahwa Pajoge Angkonglah yang ditiru oleh Pajoge Makkunrai,
Kemudian setelah itu kembali menegaskan bahwa Pajoge Makkunrai hanya
bisa melakukan pertunjukan di lingkungan Saoraja (rumah Raja atau
dikerajaan) karena pada saat itu perempuan di tanah bugis sangat Malebbi
(terhormat), mereka (perempuan) tidak akan keluar rumah jika tidak ada
keperluan yang mendesak (Wawancara Dg. Macora, 25 Januari 2013).
Penari Pajoge Angkong saat itu mempelajari gerakan Pajoge dengan cara
autodidak, mereka hanya belajar saat menonton pertunjukan Pajoge
Angkong. Akan tetapi seiring waktu berjalan, ketika itu Pajoge Angkong
sudah mengadakan pertunjukan lintas kabupaten, setiap mendapat atau
bertemu dengan Calabai (Waria) yang tidak memiliki pekerjaan di daerah
yang mereka datangi, muncul suatu inisiatif dari para penari Pajoge
Angkong untuk melatih para Calabai (Waria) selain Bissu sebagai wujud
solidaritas mereka antar sesama Calabai (Waria), sejak saat itulah
kesenian Pajoge Angkong menyebar di Kabupaten-Kabupaten selain di
Kabupaten Bone, seperti di Kabupaten soppeng, Kabupaten Wajo, Kabupaten
pinrang, bahkan sampai di Kabupaten Buton (Wawancara Dg. Macora, 25
Januari 2013).
Kesenian Pajoge Angkong berangsur-angsur berkurang kemudian sampai vakum
bahkan tidak lagi mengadakan pertunjukan setelah Kepala Kampong (Kepala
Desa) dan Tentara pada saat sudah tidak mau lagi memberikan izin kepada
para pelaku kesenian Pajoge Angkong untuk megadakan pertunjukan.
Demikianlah artikel kali ini yang membahas mengenai Tari Pajjoge Dan Sejarah Penciptaannya,semoga pembahasan diatas dapat bermanfaat,dan menambah referensi serta dapat menginspirasi para pembaca sekalian.akhir kata
Demikianlah artikel kali ini yang membahas mengenai Tari Pajjoge Dan Sejarah Penciptaannya,semoga pembahasan diatas dapat bermanfaat,dan menambah referensi serta dapat menginspirasi para pembaca sekalian.akhir kata
No comments:
Post a Comment