Nilai Luhur Budaya Mappattabe' Suku Bugis sebagai Sikap Pangaderreng

 Jendela-Seni. kali ini akan berbagi mengenai salah satu kearifan lokal yang ada ditanah bugis,yaitu sikap mappattabe' namun seblumnya kita akan membahas sedikit tentang apa itu kearifan lokal.
 Pengetahuan lokal (kearifan lokal) merupakan hasil adaptasi
suatu komunitas yang berasal dari pengalaman hidup yang
dikomunikasikan dari generasi ke generasi.
 Sehingga kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang digunakan masyarakat lokal untuk bertahan hidup dalam suatu lingkungannya yang menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, budaya dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama. Proses regenerasi kearifan lokal dilakukan melalui tradisi lisan (cerita rakyat)dan karya-karya sastra, seperti babad, suluk, tembang, hikayat, lontarak
dan lain sebagainya.


Nilai Luhur Budaya Mappattabe' Suku Bugis sebagai Sikap Pangaderreng

 Namun realita yang terjadi saat ini adalah budaya tabe’  perlahan-lahan telah luntur dalam masyarakat, khususnya pada kalangan anak-anak dan remaja. Mereka tidak lagi memiliki sikap tabe’ dalam dirinya.
 Entah karena orangtua mereka tidak mengajarkannya atau memang karena kontaminasi budaya Barat yang menghilangkan budaya tabe’ ini.Sehingga mereka tidak lagi menghargai orang yang lebih tua dari mereka.Contohnya ketika seseorang lewat didepan orang yang sedang duduk Mereka melewati tanpa permisi, bahkan kepada orangtua mereka sendiri. Padahal sopan santun itu jika digunakan akan mencegah banyak keributan, akan mencegah terjadi pertengkaran dan akan mempererat rasa persaudaraan. Bahkan jika budaya tabe diterapkan dalam masyarakat maka tidak ada egosentris yang terjadi.
 Salah satu kebudayaan bugis yang mengajarkan cara hidup adalah Pangaderreng, pangaderreng adalah sistem norma dan aturan-aturan adat.
 Dalam keseharian suku bugis, pangaderreng sudah menjadi kebiasaan dalam berinteraksi dengan orang lain yang harus dijunjung tinggi. Salah satu pangaderreng dalam suku bugis dikenal dengan budaya tabe’.
 Tabe’ adalah minta permisi untuk melewati arah orang lain, dengan kata-kata “tabe”. kata tabe tersebut diikuti gerakan tangan kanan turun kebawah mengarah ketanah.
 Makna dari perilaku orang bugis seperti demikian adalah bahwa kata tabe  simbol dari upaya menghargai dan menghormati siapapun orang dihadapan kita, kita tidak boleh berbuat sekehendak hati.
Makna lain dari budaya tabe’ adalah satunya kata dan perbuatan (Taro Ada Taro Gau'),bahwa orang bugis dalam kehidupan sehari-hari harus berbuat sesuai dengan perkataan.
 Antara kata tabe dan gerakan tubuh (tangan kanan) harus seiring dan sejalan. sehingga suatu pemaknaan yang dalam orang bugis jauh lebih dalam lagi.
 Rumusan Sikap tabe’ adalah serupa dengan sikap mohon ijin atau mohon permisi ketika hendak melewati orang-orang yang sedang duduk berjajar terutama bila yang dilewati adalah orang-orang yang usianya lebih tua ataupun dituakan.
 Sikap tabe’ dilakukan dengan melihat pada orang-orang yang dilewati lalu memberikan senyuman, setelah itu mulai berjalan sambil sedikit menundukkan badan dan meluruskan tangan disamping lutut. Sikap tabe’ dimaksudkan sebagai penghormatan kepada orang lain yang mungkin saja akan terganggu akibat perbuatan kita meskipun kita tidak bermaksud demikian.
 Mereka yang mengerti tentang nilai luhur dalam budaya tabe’ ini biasanya juga akan langsung merespon dengan memberikan ruang seperti menarik kaki yang bisa saja akan menghalangi atau bahkan terinjak orang yang lewat, membalas senyuman, memberikan anggukan hingga memberikan jawaban “iye, de’ megaga” (bahasa bugis) atau dapat diartikan sebagai “iya tidak apa-apa” atau “silahkan lewat”.
 Sekilas sikap tabe’ terlihat sepele, namun hal ini sangat penting dalam tata krama masyarakat di daerah Sulawesi Selatan khususnya pada Suku Bugis, Sikap tabe’ dapat memunculkan rasa keakraban meskipun sebelumnya tidak pernah bertemu atau tidak saling kenal. 
 Apabila ada yang melewati orang lain yang sedang duduk sejajar tanpa sikap tabe’ maka yang bersangkutan akan dianggap tidak mengerti adat sopan santun atau tata krama.
 Bila yang melakukannya adalah anak-anak atau masih muda, maka orang tuanya akan dianggap tidak mengajari anaknya sopan santun. Oleh karena itu biasanya orang tua yang melihat anaknya yang melewati orang lain tanpa sikap tabe’ akan langsung menegur sang anak langsung di depan umum atau orang lain yang dilewati agar si anak tidak melakukan hal serupa kedua kalinya.

 Demikianlah artikel kali ini yang sempat Jendela-Seni bagikan mengenai Nilai Luhur Budaya mappattabe' Suku Bugis Sebagai Sikap Pangaderreng,diatas semoga dapat bermanfaat bagi para pemabaca sekalian dan bersama-sama menjaga serta melestarikan budaya mappattabe' karna budaya tabe' ini  merupakan simbol dari upaya menghargai dan menghormati siapapun orang dihadapan kita,.Dan Budaya tabe' ini juga merupakan nilai lokalitas dan nilai luhur yang sangat tinggi sehingga harus dilestarikan untuk menopang kehidupan yang lebih baik agar tidak hanyut sebagai dampak modernisasi.
Nilai Luhur Budaya Mappattabe' Suku Bugis sebagai Sikap Pangaderreng Rating: 4.5 Diposkan Oleh:Khaerul USB info masuk

No comments:

Post a Comment