Kearifan Lokal Pappaseng Petua suku bugis



  Jendela Seni, kali ini akan berbagi mengenai salah satu kearifan lokal yang ada di masyarakat bugis yaitu Pappaseng,atau bisa juga diartikan sebagai pesan-pesan,nasihat,seperti yang kita tahu bahwa salah satu peninggalan sejarah yang menyimpan berbagai aspek kebudayaan suku bangsa yang memiliki aksara sendiri ialah naskah. Orang Bugis adalah salah satu suku bangsa yang beruntung memiliki aksara sehingga aspek kebudayaan pada masa lampau masih dapat tersimpan dalam naskah Lontarak. Salah satu bentuk naskah Lontarak Bugis yang berhubungan dengan kearifan dikenal dengan istilah Pappaseng  ‘Pesan-pesan; nasihat;wasiat
http://jendela-seni.blogspot.com/2016/03/kearifan-lokal-pappaseng-petua-suku.html

  Pappaseng sebagai salah satu bentuk pernyataan yang mengandung nilai etis dan moral, baik sebagai sistem sosial, maupun sebagai sistem budaya dalam  kelompok masyarakat Bugis. Dalam pappaseng  terkandung ide yang besarbuah pikiran yang luhur, pengalaman jiwa yang berharga, dan pertimbangan-pertimbangan yang luhur tentang sifat-sifat yang baik dan buruk.
Pappaseng adalah pesan orang tua-tua dahulu yang berisi petunjuk, nasihat, dan amanat yang harus dilaksanakan agar dapat menjalani hidup dengan baik. Dalam pappaseng terdapat nilai-nilai luhur yang sarat dengan pesan-pesan moral, dan sampai saat ini masih dipegang teguh oleh masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan. Namun, kehidupan  masyarakat  yang  dinamis,  senantiasa  mengalami perubahan seiring dengan perkembangan jaman. Dengan demikian,  nilai-nilai tersebut senantiasa mengalami pergeseran   pula.
Kearifan Lokal Pappaseng Petua suku bugis
 1.       Sadda mappabbati ada

 artinya: bunyi mewujudkan kata


 2.       Ada mappabbati gau

 artinya: kata mewujudkan perbuatan


 3.       Gau mappabbati tau

 artinya: perbuatan mewujudkan manusia

Berikut ini ada beberapa pappaseng petuah bugis yang akan kita bahas,berikut ulasannya:


1. AJA’  MUANGOAI ONRONG,  AJA’TO MUACINNAI TANRE TUDANGENG,  NASABA DETUMULLEI PADECENGI TANA,  RISAPPAPO MUOMPO,  RIJELLO’PO MUAKKENGAU

Arti : 

Janganlah menyerakahi kedudukan, jangan pula terlalu mengingini jabatan tinggi, karena engkau tak sanggup memperbaiki Negara.  Kalau dicari baru akan muncul.  Kalu ditunjuk baru engkau mengaku.

Penjelasan : 

Pada hakikatnya, semua orang mencita-citakan kedudukan atau jabatan tinggi, tetapi takdir dan kesempatan membawanya kea rah lain. Akan tetapi manakala keserakahan menjadi tumpuan untuk menggapai cita-cita, maka dalam perjalanan menuju cita-cita unsure moral akan dikesampingkan, bahkan fatal bila ditunjang oleh kekuasaan.  Sebaliknya seorang yang beritikad baik pada umumnya mempunyai harga diri sehingga malu akan mengemis jabatan dan bila diberikan amanah dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab.

2. TELLU  RIALA  SAPPO :  TAUWE RI DEWATAE, SIRI  RI WATAKKALETA, NENNIYA SIRI RI PADATTA RUPA TAU
Arti :
Hanya tiga yang dijadikan pagar : rasa takut kepada Tuhan,  rasa malu  pada diri sendiri, dan rasa malu kepada sesame manusia.
Penjelasan :
Rasa takut kepada Tuhan membawa ketaqwaan dan memperkuat iman.  Rasa malu kepada diri sendiri akan menekan niat buruk dan memperhalus akal budi, dan rasa malu kepada sesama manusia dapat membendung tingkah laku buruk dan meninggikan budi pekerti

3. PALA  URAGAE,  TEBBAKKE  TONGENGNGE,  TECCAU  MAEGAE,  TESSIEWA  SITULA’E


Artin :
Tipu daya mungkin berhasil untuk sementara, tetapi kebenaran tak termusnahkan,  kebenaran tetap akan hidup dan bersinar terus di dalam kalbu manusia.

Penjelasan :

Karena sumber kebenaran datangnya dari Tuhan.  Yang sedikit  mungkin mengalahkan yang banyak untuk sementara karena kekuatan. Akan tetapi yang banyak tidak dapat diabaikan atau dimusnahkan. Yang banyak saja sudah satu kekuatan apalagi yang banyak membina kekuatan.
Adalah tidak mungkin matahari tenggelam di siang hari, seperti tidak mungkinnya memusnahkan kebenaran .


Pappaseng merupakan suatu bentuk pernyataan dengan bahasa yang mengandung nilai etis dan moral, baik sebagai suatu sistem sosial maupun sebagai sistem budaya dari suatu kelompok masyarakat Bugis.

  Filsafat dapat pula diartikan sebagai suatu kebijaksanaan hidup, usaha kebatinan, angan-angan, sikap, metode, dan teknik (Ali, dkk., 1997). Dengan demikian falsafah hidup dapat diartikan sebagai suatu pengajaran atau pedoman yang sarat denagn berbagai macam kebijaksanaan yang penuh kearifan dalam mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat Bugis.

         Beberapa contoh pappaseng dan  nilai-nilai utama yang terkandung di dalamnya, dan dijadikan sebagai tatanan hidup masyarakat akan dikemukakan sebagai berikut:


1.      Nilai-nilai yang berkaitan dengan kejujuran

       Kejujuran merupakan landasan pokok dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia dan merupakan salah satu faktor yang sangat mendasar di dalam kehidupan manusia.

       Dalam pappaseng diungkapkan sebagai berikut:

             Ajak nasalaio acca sibawa lempu, naiya riasenng- é acca dekgaga masussa napogauk. Dek to ada masussa nabali ada madeceng malem-mak- é, mateppek-i ri padanna tau. Naiya riyasenng- é lempu makessinngi gaukna, patujui nawa-nawanna, madeceng ampena, nametau ri Dwata-é.


             Catatan Tenritau Maddanreng Majauleng, dari kumpulan Andi Pabarangi,      dikutip oleh Haddade(1986:14)



Terjemahan:

             Janganlah ditinggalkan oleh kecakapan dan kejujuran. Yang dinamakan cakap, tidak ada yang sulit dilaksanakan, tidak ada juga pembicaraan yang sulit disambut dengan kata-kata yang baik serta lemah lembut, percaya kepada sesama manusia. Yang dinamakan jujur; perbuatannya baik, pikirannya benar, tingkah lakunya baik, dan takut kepada Tuhan.


       Dalam pappaseng tersebut dijelaskan bahwa kecakapan dan kejujuran sebaiknya seiring dan saling menunjang. Kecakapan tanpa kejujuran ibarat kapal tanpa nakoda, sedangkan kejujuran tanpa kecakapan ibarat nakoda tanpa kapal.

       Terdapat pula ada pappaseng yang memberikan nasihat untuk senantiasa berlaku jujur, yang dikutip dari percakapan antara Kajao Laliddong  dengan Arumpone.

         Kajao Laliddong berpesan:

             Ajak muala waramparang  narekko taniya waramparammu;

             Ajak muala aju ripasanré narekko tania iko pasanréi;

             Ajak muala aju riwetta wali narekko taniya iko mpettai.  

                Catatan La Mellong Kajao Laliddo dari Lontarak Haji Andi Ninong, dikutip oleh Haddade(1986:15)

              

Terjemahan:

                Jangan mengambil barang-barang yang bukan milikmu;

                Jangan mengambil kayu yang disandarkan jika bukan engkau menyandarkannya;

                Jangan mengambil kayu yang ditetak ujung pangkalnya jika bukan engkau yang menetaknya.              

      

         Pappaseng tersebut, mengungkapkan kebiasaan orang kampung menyan-darkan atau menetak kedua ujung kayu yang diambilnya di hutan sebagai tanda sudah berpemilik.   

         Ada tiga konsep dasar untuk meraih kejujuran yang terdapat dalam pap-paseng. Ketiga konsep dasar itu adalah; siri (rasa malu); kewaspadaan (sikap hati-hati), dan rasa takut yang disertai ketelitian. Ketiga konsep tersebut tergambar dalam pappaseng berikut ini:

        Naiya appongenna lempuk-é tellunrupai:

        Seuwana, iyapa nqapoadai kadopi molai;

      Maduwanna, iyapa napogauk-i kadopi lewuriwi ri munripi tau-e         Matellunna, tennaenrekie waramparang ri palolok, tennassakkarenngi ada -

         ada maddiolona

.

Terjemahan:

         Yang menjadi pengkal kejujuran, ada tiga hal;

         Pertama, dikatakannya bila sanggup, melaksanakan

         Kedua, dilaksanakannya bila sanggup menanggung resiko

         Ketiga, tidak menerima barang sogokan, dan tidak menyangkal kata-kata yang pernah diucapkan.

  

        Pesan yang disampaikan dalam Pappaseng tersebut, seorang yang jujur tidak dengan mudah memutuskan sesuatu hal, tetapi terlebih dahulu dicermati kemudian dilakukan. Demikian pula, orang yang jujur, tidak menerima barang sogokan, dan tidak mengingkari kata yang pernah diucapkan.

       Selanjutnya dalam Pappaenna To Maccaé ri Luwu juga diungkapkan konsep kejujuran sebagai berikut:

Aruwai sabbinna lempu- é, iyanaritu:

         Napariwawoi ri wawo- é

         Napariyawai ri yawa- é

         Napariatauwi atawu- é

         Naparilaenngi ri lalenng- é      

         Napari abeoi abeo- é

         Naparisaliwenngi ri saliwenng- é

         Naparimunriwi ri munri- é

         Napariyoloi ri yolo- é

To Maccaé ri Luwu, dari Lontarak Haji Andi Ninong, yang dikutip oleh Haddade  (1986:16)                                                    

Terjemahan:

Ciri-ciri kejujuran ada delapan hal:

             Menempatkan di atas yang pantas di atas

             Menempatkan di bawah yang pantas di bawah

             Menempatkan di kanan yang pantasa di kanan

             Menempatkan di kiri yang pantas di kiri

             Menempatkan di dalam yang pantas di dalam

             Menempatkan di luar yang pantas di luar

             Menempatkan di belakang yang pantas di belakang

             Menempatkan di depan yang pantas di depan

         Pappaseng tersebut menyampaikan pesan bahwa kejujuran itu berarti menilai sesuatu secara objektif, menempatkan sesuatu menurut posisinya, dan menyelesaikan masalah dengan adil dan bijaksana.


2.      Nilai-nilai yang  Berkaitan dengan Etos Kerja

       Dalam kaitannya dengan etos kerja, sejak dahulu orang Bugis dikenal sebagai pelaut ulung. Karena akrabnya dengan air dan laut, maka sifat-sifat dinamis dari gelombang yang selalu bergerak dan tidak mau tenang itulah yang mempengaruhi jiwa dan pikirannya (Said, 1997:4). Haltersebut dilukiskan sebagai sifat dinamis, penuh semangat tanpa kenal putus asa, dan pantang mundur yang dapat dilihat dalam pappaseng  berikut ini:

      ‘Pura babbara sompekku

      Pura gucciri gulingku

Ulebbirenngi tellenngé natowalié”

            Dikutip oleh Amir, dkk., (1982:56)

Terjemahan:

         Layarku sudah berkembang,

         Kemudiku sudah terpasang,

         Kupilih tenggelam daripada kembali”

          Demikianlah sifat yang hebat, pantang mundur bila ingin mencapai sesuatu.

Namun, sifat hebat itu dikendalikan pula dalam pappaseng berikut ini:

         Narekko moloiko roppo-roppo,

          Rewekko mappikkirik  

Terjemahan:

             Jika anda berjalan dan menjumpai semak belukar,

             Kembalilah berpikir.

      Terdapat pula sebuah elompugi (lagu) yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat Bugis, sebagai berikut:

             Resopa temmanginngi

             Namalomo naletei

             Pammase dewata

             Elong tersebut juga ditemukan dalam syair elong yang agak berbeda, dalam tulisan Ambo Enre(1992:14) yang dikutip oleh Said D.M.(1997), namun tidak mengubah makna syair tersebut.Kutipannya dapat dilihat berikut ini:

             Resopa natinulu

             Masero naletei

             Pammase Dewata

Maksudnya: Hanya bekerja yang tekun

                      Sering menjai titian

                      rahmat Ilahi


3.       Nilai-nilai yang Berkaitan dengan Kegotongroyongan

      Ada pernyataan menarik dari orang Belanda bahwa orang Bugis-Makassar tidak bolleh menjadi tentara karena tidak disiplin, semuanya mau jadi komandan. Dan sifat ini terlihat ketika berlayar tidak mau kalah dan harus selalu menjadi ponggawa (Amir,dkk.1982:54). Namun, di balik watak yang keras itu, terdapat pula sikap positif bahwa masyarakat Sulawesi Selatan, meskipun tradisional tetapi paling dinamis danmemiliki solidaritas dan sifat kegotongroyongan. Hal ini terungkap dalam pappaseng berikut ini:

                        Malik siparappeki

                        Rebba sipatokkokki

                        Siri menre, tessirik nok

                        (Amir, dkk.1982: 55)

 Maksudnya:

Kalau kita hanyut bersama, hendaknya saling menyelamatkan,

Kalau kita tumbang bersama hendaknya saling mengangkat,

Kalau kita mujur berprestasi menanjak, pantang untuk diturunkan.

        Dengan demikian,seandainya dalam masyarakat Sulawesi Selatan ber-kembang masyarakat oposisi, yakni setiap orang yang akan naik ditarik kakinya ke bawah, berarti suatu penyimpangan terhadap isi pappaseng tersebut.


4 . Nilai-nilai yang berkaitan dengan keteguhan hati

      Dalam bahasa Bugis, keteguhan dapat disebut getteng, yang dapat pula diartikan tegas, tangguh, dan teguh pada keyakinan dan taat asas. Dalam kaitannya dengan keteguhan ini, terdapat pappaseng Arung Bila, yang dikutip berikut ini:

            ”Tellu riyala toddok:

            Getteng,

            Lempu,

            Ada tongeng

Terjemahan:

            Ada tiga hal yang dapat dijadikan patokan, yaitu:

            Keteguhan,

                  Kejujuran

      Ucapan benar

      Selain itu, ditemukan pula pappaseng  yang senada:

     ‘Eppak-i wawangenna paramata mattappa

                  Seuwwani, lempu-é

                  Maduawanna, ada tongenng- é

                  Matellunna, siri- é sibawa getteng

                  Maeppakna, akkalenng-e sibawa nyamengkininnawa

Demikianlah artikel kali ini yang sempat Jendela-Seni bagikan mengenai kearifan lokal pappaseng suku bugis,semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian,dan jangan lupa di share.
Kearifan Lokal Pappaseng Petua suku bugis Rating: 4.5 Diposkan Oleh:Khaerul USB info masuk

No comments:

Post a Comment